Psikologi Forensik adalah ilmu perilaku yang berlandaskan hukum. Dalam ilmu forensik terdiri dari tiga hal penting, yaitu; korban, pelaku dan penegak hukum. Ilmu ini telah ditemukan pada tahun 1901, namun baru disahkan oleh American Psychological Assiciation (APA)pada tahun 1991 sebagai cabang ilmu psikologi tersendiri. Bersamaan dengan tahun pengesahan Psikologi Forensik sendiri, telah terbit sebuah buku yang berkaitan dengan ilmu ini berjudul "On The Witness Hand" dimana buku ini menceritakan tentang dinamika psikologis saksi ketika berada di persidangan. Psikologi Forensik sendiri sudah menjadi cabang ilmu ke-13 yang terdaftar dalam Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI).
Dalam kajian permasalahannya, Psikologi Forensik lebih berkonsentrasi kepada hukum Piana daripada perdata. Disini ada beberapa tahapan yang perlu dilakukanoleh seorang Psikolog Forensik dalam menganalisa maupun menyelesaikan sebuah kasus sebagai kostribusinya kepada polisi maupun hukum. Beberapa hal ini terkait dengan sistem yang dianut oleh Kitab Undang-undang Hukum acara pidana.Yaitu:
1. Penyelidikan dan penyidikan oleh kepolisian
2. Penuntutan oleh Kejaksaan
4. Pelaksanaan keputusan (eksekusi) oleh kejaksaan dan lembaga pemasyarakatan
3. Tahap pemeriksaan di pengadilan oleh Hakim
Tahapan-tahapan tersebut harus dilalui secara sistematis dalam peradilan pidana. Berikut pemaparannya secara detail;
Penyelidikan dan penyidikan oleh Kepolisian
Seorang penyidik (biasanya pejabat berwenang atau pegawai negri sipil yang sudah ditetapkan) pasti membutuhkan informasi sebelum melakukan penyidikan, ada tiga informasi penting yang perlu diketahui oleh tim penyidik dalam menangani tindak pidana, yaitu
1. Laporan (Pasal 1 butir 24 KUHP)
2. Pengaduan (Pasal 1 butir 25 KUHP)
3. Tertangkap basah melakukan tindak pidana (Pasal 1 butir 19 KUHP)
Setelah informasi tersebut tersampaikan kepada penidik, maka dimulailah proses penyelidikan. Yaitu, mencari tau ada tidaknya tindakan pidana dalam kasus tersebut. Penyelidikan dapat dilakukan dengan menemukan bukti-bukti akurat yang berkaitan dengan kasus tersebut, hal ini sesuai dengan KUHP Pasal 1.
Tugas soeorang psikolog forensik dalam hal ini adalah menerapkan Scientific Criminal Detection, yaitu menerapkan teori psikologi untuk mendapatkan informasi dari saksi. hal ini dapat dilakukan dengan proses interview, hypnosis dan lainnya. Kemudian seorang psikolog forensik juga terjun ke lapangan untuk melihat kondisi tempat saat kejadian berlangsung. Hal ini dapat membantu seoarng Psikolog forensik dalam mengetahui proses mental seoang pelaku.
Penuntutan Oleh Kejaksaan
Setelah selesai proses penyelidikan, maka penyidik harus menyerahkan berkas kepada Penuntut. Apabila berkas yang diberikan belum cukup lengkap maka seorang penuntuk akan kembali menyerahkan berkas kepada tim penyidik dengan memberikan petunjuk. Sebaliknya apabila berkas sudah memenuhi persyaratan penuntut, maka penuntut umum akan membuat surat dakwaan berlandaskan informasi yang diperoleh penyidik sesuai dengan pasal 143 (1) KUHP. Setelah selesai proses pembuatan surat, maka penuntut umum akan menyerahkan surat dakwaan kepada Pengadilan Negri untuk mengadili pihak-pihak terkait.
Tahap Peradilan
Pada tahap ini, semua berkas yang sudah diperoleh baik itu barang bukti maupun surat dakwaan akan dicocokan dengan identitas terdakwa. Apabila semua berkas dan bukti yang terlah dikumpulkan memiliki kecocokan dengan terdakwa, maka terdakwa dinyatakan bersalah. Sebaliknya jika tidak, terdakwa tidak dinyatakan bersalah. Ada beberapa hal penting yang mendukung alat bukti yang sah sesuai dengan pasal 184 KUHP adalah:
1. Keterangan oleh Saksi
2. Keterangan oleh Ahli
3. Surat-surat terkait
4. Petunjuk
5. Keterangan terdakwa
Dalam proses ini, seorang hakim diharapka cermat, adil dan matang dalam menilai dan mempertimbangkan sebuah kasus.
Peran psikolog forensik
Seperti yang dapat kita lihat pada poin ke-2 diatas bahwa keterangan oleh ahli merupakan alat bukti yang sah. Disini seoarng psikolog forensik akan membantu Hakim dalam mempertimbangkan jalannya sebuah kasus. Dapat juga dilihat pada tahap pertama, seorang psikolog forensik turut campur tangan dalam proses penyidikan. Maka seorang pikolog forensik dapat dikatakan mengetahui urutan-urutan kejadian maupun seluk-beluk kasus yang sedang ditangani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar